Visit Bandung

22 April 2018

Maraknya Gedung Tinggi di Kota Bandung, Kebanggaan atau Ancaman?

Kota Bandung memang memiliki magnet tersendiri bagi para pelaku bisnis. Ada gula, ada semut, peribahasa yang cocok dengan Kota Bandung saat ini. Kota kembang sudah tersohor dengan surga belanja dan wisata menjadi daya tarik bahkan nilai lebih bagi Kota Bandung. Bagaimana tidak,  factory outlet di Kota Bandung hampir setiap musim liburan diserbu wisatawan. Tak jarang hal itu menimbulkan kemacetan dan kepadatan lalu lintas karena kendaraan wisatawan yang antre masuk factory outlet.




Seperti kita ketahui sepanjang Jalan L. L. R. E. Martadinata (jalan Riau) dan Jalan Ir. H. Juanda (Jalan Dago) menjadi pusat factory outlet di Kota Bandung. Tak ketinggalan juga Jalan Trunojoyo dan Jalan Sultan Agung menjadi pusat distro dan clothing di Kota Bandung yang menjadi destinasi  favorit kawula muda karena brand-brand distro dan clothing di kawasan tersebut sudah mendunia.
           
Untuk mal sendiri di Kota Bandung tidak sebanyak di Jakarta, jumlahnya sekitar 40-an. Namun, jumlah tersebut bagi Kota Bandung sudah sangat banyak. Hal itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Sebut saja Paris van Java (PvJ), Bandung Indah Plaza (BIP), Istana Plaza (IP) dan Trans Studio Mall, mal-mal tersebut sudah akrab di telinga wisatawan karena banyak barang-barang ber-branded­ dijual di sana. 
          
Banyaknya tempat wisata di kota berjuluk Paris van Java ini juga menjadi magnet bagi para pelaku bisnis properti. Seiring semakin banyaknya tempat wisata di Kota Bandung, semakin banyak pula pembangunan hotel ataupun penginapan. Menurut data PHRI (Persatuan Hotel Republik Indonesia) di Kota Bandung sendiri terdapat sekitar 600 unit hotel. Jumlah tersebut 60% dari jumlah hotel di Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut membuktikan, bahwa Kota Bandung menjadi surga wisata.            
            
Selain menjadi kota wisata, para pelaku bisnis properti juga melirik Kota Bandung karena dikenal sebagai kota pendidikan. ITB, UNPAD, UPI, UNPAR, dan UNPAS menjadi perguruan tinggi  dan universitas yang sudah terkenal ke luar Kota Bandung. Hal ini membuat peluang bisnis properti di Kota Bandung sangatlah besar. Terbukti semakin banyaknya pembangunan apartemen yang memiliki puluhan lantai di Kota Bandung.


Sekitar 10 tahun lalu kita masih ingat di Kota Bandung gedung-gedung tinggi hanya ada di pusat kota, kini hampir di setiap wilayah di Kota Bandung terdapat gedung-gedung tinggi. Dulu gedung BRI Tower yang berjumlah 17 lantai dan Masjid Agung Provinsi Jawa Barat menjadi bangunan tertinggi di Kota Bandung. Jumlah gedung-gedung tinggi di pusat kota (kawasan Asia Afrika) pun masih dapat dihitung, hanya Hotel Asto  Braga dan gedung Wisma CIMB/Lippo  di simpang lima yang menjadi gedung tinggi selain BRI Tower.        
      
Namun kini hal tersebut berubah drastis seiring berkembangnya Kota Bandung menjadi kota metropolitan. Hotel-hotel dan apartemen dengan jumlah lantai mencapai belasan bahkan puluhan berdiri kokoh. Pembangunan gedung-gedung tinggi dengan jumlah puluhan lantai semakin marak.              
           
Sebut saja Hotel Ibis Braga (18 lantai), Hotel Gino Ferucci (18 lantai), Hotel Grand Royal Panghegar (20 lantai), Hotel Crowne Royal Plaza (21 lantai), Mayapada Bank Tower (15 lantai), Pasar Baru Square (16 lantai), Apartemen Grand Asia Afrika Residence (24 lantai)  dan Apartemen La Grande (20-21 lantai) menjadikan kawasan pusat kota semakin ‘hidup'. Belum lagi proyek apartemen dan hotel yang masih dalam pembangunan semakin membuat Kota Bandung ‘heurin ku tangtung’.

  
        
Kini pembangunan gedung-gedung tinggi hampir merata di seluruh wilayah Kota Bandung. Berbeda dengan Jakarta yang rata-rata gedung-gedung tingginya merupakan gedung perkantoran, di Kota Bandung rata-rata gedung-gedung tinggi merupakan apartemen dan hotel. Hal ini terjadi karena seperti yang jelaskan tadi di awal, Kota Bandung yang merupakan kota wisata dan kota pendidikan.            
         
Di wilayah tengah Kota Bandung meliputi Kiaracondong, Antapani, Cicadas, Diponegoro, Riau, Pahlawan dan sekitarnya ada beberapa gedung tinggi di atas 10 lantai. Apartemen Gateway Ahmad Yani (24 lantai), Hotel Trans Luxury (24 lantai), Hotel Ibis Trans Studio (20 lantai), Hotel De Pavilijoen Condotel (12 lantai), Hotel Tebu (12 lantai) dan Hotel Pullman Podomoro Gasibu (18 lantai).            
         
Di wilayah utara Kota Bandung meliputi Dago, Ciumbuleuit, Setiabudhi dan sekitarnya ada Apartemen Parahyangan Residence yang berjumlah 35 lantai, Dago  Butik Apartemen (15 lantai), Galeri Ciumbuleuit 1 (22 lantai) , Galeri Ciumbuleuit 2 (34 lantai), Galeri Ciumbuleuit 3 (30 lantai), Grand Setiabudhi Apartemen (15 lantai) dan  Apartemen Jarrdin Cihampelas (25 lantai).            
       
Di wilayah barat Kota Bandung ada Apartemen Sudirman Suites (22 lantai), Mayapada Bank Tower (15 lantai),  Apartemen Landmark Residence (18 lantai), Hotel BTC Fashion (15 lantai), Universitas Widya Maranatha (15 lantai), Kantor TekMIRA (14 lantai), Hotel Hilton (13 lantai) dan Apartemen Gateway Pasteur (13-14 lantai).            



Di wilayah selatan Kota Bandung meliputi sebagian Jalan Soekarno-Hatta, Lingkar Selatan, Buah Batu dan sekitarnya ada Apartemen M-Square Cibaduyut (32 lantai), Apartemen Newton Hybrid Park Buah Batu (30-32 lantai), Apartemen Buah Batu Park (16-20 lantai) dan Hotel Harris Festival citylink (12 lantai)            
       
Di wilayah timur Kota Bandung meliputi sebagian Jalan Soekarno-Hatta, Ujungberung, Arcamanik, Gedebage dan sekitarnya ada Apartemen Suites @Metro (20 lantai), Apartemen Emerald Tower (16 lantai),Apartemen Sanggar Hurip (16 lantai) Apartemen Tamansari Panoramic (30 lantai), Hotel Shakti (13 lantai)            
       
Gedung-gedung di atas hanya beberapa saja yang sudah berdiri, sebenarnya masih banyak lagi yang lainnya. Namun gedung-gedung di atas memang paling menonjol di wilayahnya. Namun perlu diperhatikan juga bagi para pelaku bisnis properti di Kota Bandung dalam hal aspek lingkungan. Semenjak era kepemimpinan Ridwan Kamil-Oded, setiap gedung wajib memiliki vertical garden atau ruang hijau walaupun kecil bahkan sekecil apapun itu.            
      
Berdasarkan data Skyscrapercity Forum dengan standar Emporis yang dikutip Wikipedia, jumlah gedung tinggi di Kota Bandung  31 gedung di atas 20 lantai, 46 gedung di atas 12 lantai, 55 gedung 12-40 lantai yang dalam pembangunan, 136 gedung megablock/superblock yang dalam tahap pengajuan.            
        
Sekadar informasi saja, menurut artikel yang saya baca dari salah satu media online, Pemerintah Kota Bandung membatasi ketinggian gedung di Kota Bandung dibatasi sekitar 30 lantai  (+ 100 meter) jika diasumsikan setiap lantai memiliki ketinggian 3 meter. Hal ini dikarenakan Bandara Internasional Husein Sastranegara yang berada dekat dengan pusat kota sehingga harus memenuhi aspek keselamatan penerbangan. Kalaupun ada yang di atas 30 lantai itu hanya beberapa dan berada jauh dari Bandara.     
      
Jika kita sisi lain adanya (pembangunan) gedung-gedung tinggi terutama di Kota Bandung memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan diantaranya banjir karena semakin berkurangnya resapan air akibat pembetonan besar-besaran, penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air besar-besaran untuk gedung-gedung tinggi dan cuaca ekstrem akibat pemanasan global karena dipantulkannya kembali cahaya matahari yang masuk ke bumi ke atmosfer oleh rumah kaca atau gedung-gedung tinggi sehingga merusak lapisan ozon           

Berkaca dari DKI Jakarta yang memiliki gedung-gedung tinggi hingga ratusan gedung, menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang cukup parah. Bahkan data menyebutkan penurunan permukan tanah di DKI Jakarta mencapai 40%. Penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta ini memang sudah terjadi sejak tahun 1970-an.            

Tidak hanya itu, berdasarkan data kuantitatif juga penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta mencapai 4,1 meter dalam kurun waktu 36 tahun dari tahun 1974 hingga 2010. Hal ini terjadi karena penyedotan air tanah besar-besaran untuk menyuplai gedung-gedung tinggi. Yang lebih mengkhawatirkan lagi dalam waktu 10-20 tahun ke depan, sekitar 50% wilayah DKI Jakarta berada di bawah permukaan air laut.            

Kota Bandung juga berpotensi terjadi penurunan muka tanah seperti Jakarta, walaupun dampaknya tidak sebesar Jakarta.  Bahkan di Bandung sendiri terjadi penurunan muka tanah 5-10 cm setiap tahun. Selain karena aktivitas tektonik dan berada di kawasan cekungan Bandung, penurunan muka tanah di Bandung juga disebabkan oleh pembangunan dan aktivitas industri, terutama industri tekstil di Bandung Timur.           

Para ahli geologi juga, mengatakan tidak menutup kemungkinan penurunan muka tanah di Bandung dikarenakan semakin banyaknya gedung-gedung tinggi yang juga mengeksploitasi air tanah secara berlebihan. Hal ini dikarenakan gedung-gedung tinggi terutama bangunan hotel seperti apartemen membutuhkan cukup banyak air tanah. Dampak lain akibat pembangunan yang terkendali dapat juga menyebabkan permukaan tanah amblas.     
       
Mungkin semakin banyaknya hotel dan apartemen di Kota Bandung maupun yang sedang dalam tahap pembangunan, bisa menjadi kebanggaan untuk Kota Bandung bahwa kota berjuluk Paris van Java semakin dilirik dan memiliki daya tarik tersendiri dalam bidang ekonomi terutama bisnis properti.
            
Namun hal tersebut (bisa) menyimpan ancaman bagi Kota Bandung, jika pembangunan gedung-gedung tinggi yang juga membutuhkan air tanah dapat berdampak buruk bagi kondisi lingkungan Kota Bandung. Ada baiknya pembangunan gedung-gedung ataupun bangunan di Kota Bandung juga memerhatikan lingkungan dan dampak yang terjadi kedepannya agar kondisi lingkungan tetap terjaga.

Kritik dan saran dikirim melalui muhfauzanp@gmail.com

Referensi:
Share:

0 komentar:

Posting Komentar